Ringkasan:
1. Latar belakang
Sebagaimana pada perbankan konvensional, pertumbuhan pembiayaan kepemilikan rumah (KPR iB) yang
terlalu tinggi pada perbankan syariah dapat mendorong peningkatan harga
aset properti yang tidak mencerminkan harga sebenarnya (bubble) sehingga dapat meningkatkan risiko kredit bagi bank yang memiliki eksposur pembiayaan properti yang besar. Demikian
pula untuk pembiayaan kendaraan bermotor (KKB iB) bahwa pembiayaan KKB
iB yang terlalu ekspansif dapat meningkatkan risiko kredit bagi bank.
Dalam
rangka penerapan prinsip kehati-hatian dan peningkatan peran perbankan
syariah dalam mendukung pertumbuhan perekonomian nasional melalui
pembiayaan yang produktif maka sebagaimana yang telah diberlakukan untuk
perbankan konvensional, perbankan syariah perlu menetapkan kebijakan
terkait denganpembiayaan KPR iB dan
KKB iB. Kebijakan dalam pembiayaan KPR iB dan KKB iB pada perbankan
syariah dilakukan dengan tetap memperhatikan karakteristik produk
perbankan syariah termasuk fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah
Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
2. Pokok-pokok ketentuan
a. Produk pembiayaan KPR iB
1) Pengaturan pembiayaan KPR iB hanya diberlakukan untuk pembiayaan KPR iB untuk rumah/bangunan tipe 70 ke atas dan tidak termasuk KPR iB dalam rangka pelaksanaan program perumahan yang ditetapkan pemerintah.
2) Pembiayaan KPR iB dengan akad Murabahah atau Istishna dikenakan ketentuan batasan Financing to Value (FTV) paling tinggi 70%
artinya jumlah pembiayaan yang dapat diberikan oleh bank syariah paling
banyak sebesar 70% dari nilai agunan yang diserahkan nasabah. Agunan dalam hal ini adalah rumah/ bangunan yang dibiayai bank.
3) Pembiayaan KPR iB dengan skim Musyarakah Mutanaqisah (MMQ) dipersyaratkan adanya batasan penyertaan (sharing) kepemilikan rumah/bangunan pada saat awal oleh bank syariah ditetapkan paling tinggi 80% dari nilai rumah/bangunan, atau dengan kata lain nasabah diharuskan melakukan penyertaan (sharing) kepemilikan awal paling rendah 20% nilai rumah/bangunan.
4) Pembiayaan KPR iB dengan akad Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) dipersyaratkan adanya uang jaminan (deposit) yang harus diserahkan oleh nasabah kepada bank syariah paling rendah 20% dari nilai rumah/bangunan. Uang jaminan tersebut nantinya akan diperhitungkan sebagai pembayaran atas pembelian rumah/bangunan pada saat akad IMBT jatuh tempo dalam hal nasabah mengambil opsi untuk membeli rumah/bangunan yang menjadi obyek IMBT.
Dalam hal nasabah tidak mengambil opsi untuk membeli rumah/bangunan yang menjadi obyek IMBT, maka uang jaminan tersebut akan dikembalikan kepada nasabah.
b. Produk pembiayaan KKB iB
Pembiayaan KKB iB pada perbankan syariah dipersyaratkan adanya uang muka (down payment) dari nasabah yaitu:
Ketentuan
|
Keterangan
|
Uang muka paling rendah 25%
|
untuk pembelian kendaraan bermotor roda dua atau roda 3.
|
Uang muka paling rendah 30%
|
untuk pembelian kendaraan bermotor roda empat untuk keperluan non produktif.
|
Uang muka paling rendah 20%
|
untuk pembelian kendaraan bermotor roda empat atau lebih untuk keperluan produktif, yaitu bila memenuhi salah satu syarat :
1) merupakan kendaraan angkutan orang atau barang yang memiliki izin yang dikeluarkan oleh pihak berwenang untuk melakukan kegiatan usaha tertentu; atau
2) diajukan oleh perorangan atau badan hukum yang memiliki izin usaha tertentu yang dikeluarkan oleh pihak berwenang dan digunakan untuk mendukung kegiatan operasional usaha yang dimiliki.
|
3. Ketentuan FTV, penyertaan (sharing), dan uang jaminan (deposit) untuk KPR iB serta uang muka (down payment)
untuk KKB iB sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan angka 3 tersebut di
atas dapat disesuaikan dari waktu ke waktu sesuai dengan kondisi
perekonomian Indonesia.
4. Sanksi pelanggaran:
a. Bank Indonesia meminta BUS atau UUS untuk menghentikan kegiatan produk KPR iB dan/atau KKB iB apabila melanggar ketentuan butir IV.C, butir V.B, butir V.D, dan butir VI.B Surat Edaran ini.
b. BUS
atau UUS yang tidak menghentikan kegiatan produk KPR iB dan/atau KKB iB
sesuai permintaan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a,
dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 11
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
5. BUS
atau UUS yang telah memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai
penyaluran KPR iB dan/atau KKB iB sebelum Surat Edaran ini berlaku,
wajib menyesuaikan kebijakan dan prosedur KPR iB dan/atau KKB iB serta
menyampaikannya kepada Bank Indonesia paling lambat pada tanggal 31 Maret 2013.
6. Ketentuan FTV, penyertaan (sharing), dan uang jaminan (deposit) untuk KPR iB dan uang muka (down payment) untuk KKB iB tidak berlaku untuk KPR iB dan KKB iB yang sudah mendapat persetujuan Bank sebelum berlakunya Surat Edaran ini.
7. Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 27 November 2012, sedangkan ketentuan FTV, penyertaan (sharing), dan uang jaminan (deposit) untuk KPR iB serta uang muka (down payment) untuk KKB iB mulai berlaku pada tanggal 1 April 2013.
Sumber : http://www.bi.go.id/mweb/id/Peraturan/Perbankan/se_143312.htm